Menikmati Kuliner Mie Aceh di Malang
18 Februari 2019 16:00 WIB
Mie Aceh – Foto Oleh Abdi Purmono
Pesenmakan.id, Malang – Kuliner di Kota Malang dulunya didominasi makanan Jawa dan Madura. Tempat makan bercitarasa mancanegara sudah ada sejak zaman kolonial Belanda tapi jumlahnya masih sedikit.
Selain restoran bercitarasa Eropa (Italia) dan Amerika, kini cukup gampang menjumpai restoran Cina, Jepang, dan Korea. Pernah ada restoran India yang bertahan sebentar. Sedangkan warung Arab sudah lama ada seturut kedatangan komunitas warga Arab di Kota Malang.
Tempat makan dengan rasa nusantara daerah luar Jawa Madura juga sudah ada sejak lama dan sekarang kian beragam. Sepengetahuan saya selama 17 tahun menetap di Malang, khasanah kuliner nusantara masih didominasi citarasa Sumatera Barat yang ditandai dengan begitu banyaknya warung makan Minang yang lazim disebut dengan nama Warung Padang meski mayoritas pemiliknya berasal dari Pariaman dan Bukittinggi.
Selain warung Minang, ada pula warung yang menjual panganan khas Sulawesi yang diwakili warung Makassar; khas Kalimantan yang diwakili warung Banjar; khas Sumatera Selatan yang diwakili warung penjual empek-empek; warung penjaja makanan khas Bogor.
Nah, selain warung Minang dan empek-empek, kuliner khas Sumatera bertambah dengan kehadiran warung mie aceh yang sedikitnya diandalkan Pak Cik Abin, Kafe Sanger, serta Warung Mie Aceh dan Teh Tarek Bang Ahmad (disingkat Warung Bang Ahmad). Total, gabungan tiga tempat makan ini, sedikitnya ada 11 varian rasa mie aceh.
Warung-warung itu dimiliki dan dikelola orang Aceh sendiri maupun orang non-Aceh yang berasal dari Sumatera Utara, jiran Provinsi Aceh.
Menikmati Mie Aceh di Malang
Saya sangat menyukai mie aceh. Pak Cik Abin tidak melulu mengandalkan mie aceh. Mereka juga menjual menu lain yang bercitarasa Sumatera Utara, khususnya Melayu. Menu di Kafe Sanger lebih berasa Aceh dibanding Pak Cik Abin. Seingat saya, koki di Kafe Sanger berasal dari Kota Tapaktuan, Ibu Kota Kabupaten Aceh Selatan. Meski begitu, kafe ini juga menyajikan menu lain non-Aceh.
Sebaliknya, bagi saya, Warung Bang Ahmad kepunyaan Muhammad bin Abdullah lebih otentik sebagai warung Aceh. Ia asli putra Pidie, kabupaten di Aceh yang beribu kota Sigli. Umumnya warung Aceh dikelola orang Pidie. Itu yang saya tahu.
Tidak heran bila menu yang ditawarkan di Warung Bang Ahmad khas Tanah Rencong. Menu makanan pokok Warung Bang Ahmad pada dasarnya hanya mie, nasi goreng, plus minuman teh tarik atau teh tarek.
Saya sering makan di Warung Bang Ahmad. Lokasinya di Jalan Raya Tlogomas, Kecamatan Lowokwaru, Kota Malang, kira-kira 50 meter sebelum Rumah Sakit Universitas Muhammadiyah Malang (RS UMM) bila dicari dari arah pusat kota Malang atau sekitar 250 meter setelah Terminal Sengkaling jika dicari dari arah pusat kota Batu dan Kampus III UMM.
Dari daerah situlah Warung Bang Ahmad berkembang hingga membuka cabang lain di kawasan Jalan Kalpataru, Kelurahan Jatimulyo, Kecamatan Lowokwaru, Kota Malang. Usahanya dibangun pada 2010 dan semula bertempat di Kelurahan Gadang, Kecamatan Sukun, kota yang sama. Setahun di sana, Ahmad memindahkan usahanya ke kawasan Tlogomas.
Kini Warung Bang Ahmad makin laris. Warungnya buka pukul 11 siang dan tutup pukul 11 malam. Rata-rata tiap hari ada 70 sampai 100 pembeli. Pengunjungnya mayoritas para pendatang, terutama pendatang dari Pulau Sumatera seperti saya. Saya pernah tinggal di Banda Aceh dan karenanya sering kangen mie aceh dan minuman khasnya.
Masakan Aceh umumnya menggunakan kombinasi rempah-rempah yang biasa terdapat pada masakan India dan Arab.
Beragam Menu di Warung Bang Ahmad
Warung Bang Ahmad menyajikan menu mie dengan varian rasa rebus dan goreng. Mienya dibuat sendiri. Apa pun menunya selalu ada irisan timun, tomat, irisan bawang merah, dan emping melinjo. Tambahan lainnya merupakan opsi sesuai pesanan.
Harga mie rebus dan goreng sama-sama Rp 10.000 per porsi. Harga per porsi mie rebus spesial dan mie goreng pun sama, Rp 14.000. Porsi spesial diberi tambahan potongan daging dan telur.
Selain yang spesial, Warung Bang Ahmad juga menawarkan menu mie rebus istimewa dan mie goreng istimewa. Harganya sama-sama Rp 17.000 per porsi dan sama-sama diberi tambahan daging, telur, dan udang.
Sedangkan mie rebus udang dan mie goreng udang sama-sama berharga Rp 22.000 per porsi.
Nasi goreng di Warung Bang Ahmad hanya terdiri dari tiga pilihan: nasi goreng biasa (Rp 9.000), nasi goreng telur ceplok (Rp 12.000) dan nasi goreng udang (Rp 17.000).
Bang Ahmad bilang mie aceh yang berkuah alias direbus jadi favorit pelanggannya. Ia pun bersedia melayani selera pelanggan. Semisal kamu enggak ingin makanannya terlalu pedas khas Aceh, maka Bang Ahmad bisa mengurangi takaran pedasnya.
Menu kesukaan saya adalah mie aceh seafood (udang, cumi, dan kerang), tapi yang ditumis. Saya sendiri sering memesan mie aceh yang ditumis karena teksturnya tidak kering dan juga tidak terlalu basah sehingga di lidah saya terasa lebih segar. Rasa pedas dari paduan beragam rempah menjadikan tubuh lebih hangat dan itu bagus di saat musim hujan.
Cara ditumis ini hanya selera saya saja sih. Toh Bang Ahmad sudah terbuka dan biasa melayani selera pelanggan yang berbeda. Tapi sebaiknya bilang dulu ke juru masak agar pesanan kamu ditumis biar enggak sampai direbus maupun digoreng seperti kebiasaan di sana.
Tentu saja kurang afdal makan tanpa minum. Sesuai nama usahanya, saya lebih sering pesan teh tarik panas dibanding es teh tarik. Teh tarik panas dan dingin masing-masing berharga Rp 6.000 dan Rp 7.000 per gelas.
Selain teh tarik, saya juga sering pesan es timun kerok bila saya lihat persediaan timun Bang Ahmad melimpah. Semula Bang Ahmad memang tidak menyediakan menu es timun kerok. Padahal, minuman itulah salah satu minuman khas yang biasanya disediakan di tempat-tempat makan di Aceh sana. Sekarang es timun sudah masuk daftar menu dan dibanderol Rp 6.000 per gelas.
Jadi, saran saya, jika makan mie aceh, pesanlah minuman teh tarik maupun es timun karena itulah minuman yang khas. Sedangkan varian minuman lain gampang ditemukan di warung mana saja.
Bisa Pesan Lewat Go Food
Saat ini, kalau saya sedang kangen makan mie aceh, saya tak perlu harus ke Tlogomas kecuali waktu saya sedang santai banget. Untunglah ada Gojek sehingga saya bisa pesan lewat Go Food.
Layanan Go Food lebih praktis dan cepat. Kemarin pesanan mie aceh udang seafood kuah dan teh tarik hangat saya terima kurang dari 30 menit. Ya, kebetulan, waktu Warung Bang Ahmad sedang sepi pembeli di masa liburan mahasiswa.
Selain praktis dan cepat, harga pesanan kita bisa lebih murah saat mendapat diskon dan maupun harga promo dengan menggunakan Gopay seperti yang saya lakukan.
Enggak ada ruginya kan menjadikan lidah kita lebih “terbuka” untuk mencicipi kuliner nusantara lainnya?
( PENA/AP )